PUNAKAWAN
Disini saya akan membahas sedikit tentang wayang lebih tepatnya lagi tentang PUNAKAWAN. Mungkin teman-teman ada yang belom tahu pasti berfikir, apa itu sih PUNAKAWAN??? Iya bukan.Nah akan saya kasih tahu apa itu sih PUNAKAWAN dan siapa mereka itu??
Kalian pernah ga nonton wayang di tv atau mungkin acara di desa. Biasanya didesa sering diadakan pertunjukan wayang, ntah wayang kulit atau ketoprak. Nah disitu kita pasti akan mendengar kata atau istilah PUNAKAWAN.
Punakawan adalah karakter yang khas dalam wayang Indonesia. Mereka melambangkan orang kebanyakan. Karakternya mengindikasikan bermacam-macam peran, seperti penasihat para ksatria, penghibur, kritisi sosial, badut bahkan sumber kebenaran dan kebijakan. Dalam wayang Jawa karakter punakawan terdiri atas Semar, Gareng, Bagong, dan Petruk. Dalam wayang Bali karakter punakawan terdiri atas Malen dan Merdah (abdi dari Pandawa) dan Delem dan Sangut (abdi dari Kurawa).
Akan saya kasih tau satu persatu tokoh dan karakter dari PUNAKAWAN, antaranya;
1. SEMAR
Semar adalah pengasuh dari Pendawa. Alkisah, ia juga bernama Hyang Ismaya. Mekipun ia berwujud manusia jelek, ia memiliki kesaktian yang sangat tinggi bahkan melebihi para dewa.
Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya
Bebadra = Membangun sarana dari dasar
Naya = Nayaka = Utusan mangrasul
Artinya : Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia
Javanologi : Semar = Haseming samar-samar
Harafiah : Sang Penuntun Makna Kehidupan
Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan
tangan kirinya kebelakang. Maknanya : "Sebagai pribadi tokoh semar
hendak mengatakan simbul Sang Maha Tunggal". Sedang tangan kirinya
bermakna "berserah total dan mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang
netral namun simpatik".
Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa.
Rambut semar "kuncung" (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan. Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi.
Semar barjalan menghadap keatas maknanya : "dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat".
Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayuhayuning bawono : menegakan keadilan dan kebenaran di bumi.
Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel = keteguhan jiwa.
Rambut semar "kuncung" (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan. Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi.
Semar barjalan menghadap keatas maknanya : "dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang Khaliq ) yang maha pengasih serta penyayang umat".
Kain semar Parangkusumorojo: perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia) agar memayuhayuning bawono : menegakan keadilan dan kebenaran di bumi.
Ciri sosok semar adalah
- Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua
- Semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan
- Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
- Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
- Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya
Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Islam di tanah Jawa.
Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.
Dari tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas ,dimengerti dan dihayati sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa .
Semar (pralambang ngelmu gaib) - kasampurnaning pati.
Gambar kaligrafi jawa tersebut bermakna :
Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika artinya "merdekanya jiwa dan sukma", maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : "dalam menguji budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup".
- Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua
- Semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan
- Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa
- Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok
- Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya
Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Islam di tanah Jawa.
Dikalangan spiritual Jawa ,Tokoh wayang Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Illahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.
Dari tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas ,dimengerti dan dihayati sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa .
Semar (pralambang ngelmu gaib) - kasampurnaning pati.
Gambar kaligrafi jawa tersebut bermakna :
Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika artinya "merdekanya jiwa dan sukma", maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : "dalam menguji budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup".
2. GARENG
Gareng adalah anak Semar yang berarti pujaan atau didapatkan dengan memuja. Nalagareng adalah seorang yang tak pandai bicara, apa yang dikatakannya kadang- kadang serba salah. Tetapi ia sangat lucu dan menggelikan. Ia pernah menjadi raja di Paranggumiwang dan bernama Pandubergola. Ia diangkat sebagi raja atas nama Dewi Sumbadra. Ia sangat sakti dan hanya bisa dikalahkan oleh Petruk.
Nama lengkap dari Gareng sebenarnya adalah Nala Gareng, hanya saja
masyarakat sekarang lebih akrab dengan sebutan “Gareng”.
Gareng adalah punakawan yang berkaki pincang. Hal ini merupakan sebuah
sanepa dari sifat Gareng sebagai kawula yang selalu hati-hati dalam bertindak.
Selain itu, cacat fisik Gareng yang lain adalah tangan yang ciker atau patah. Ini
adalah sanepa bahwa Gareng memiliki sifat tidak suka mengambil hak milik
orang lain. Diceritakan bahwa tumit kanannya terkena semacam penyakit bubul .
Dalam suatu carangan Gareng pernah menjadi raja di Paranggumiwayang
dengan gelar Pandu Pragola. Saat itu dia berhasil mengalahkan Prabu
Welgeduwelbeh raja dari Borneo yang tidak lain adalah penjelmaan dari
saudaranya sendiri yaitu Petruk .
Dulunya, Gareng berujud satria tampan bernama Bambang Sukodadi dari
pedepokan Bluktiba. Gareng sangat sakti namun sombong, sehingga selalu
menantang duel setiap satria yang ditemuinya. Suatu hari, saat baru saja
menyelesaikan tapanya , ia berjumpa dengan satria lain bernama Bambang
Panyukilan. Karena suatu kesalahpahaman, mereka malah berkelahi. Dari hasil
perkelahian itu, tidak ada yang menang dan kalah, bahkan wajah mereka berdua
rusak. Kemudian datanglah Batara Ismaya (Semar) yang kemudian melerai
mereka. Karena Batara Ismaya ini adalah pamong para satria Pandawa yang
berjalan di atas kebenaran, maka dalam bentuk Jangganan Samara Anta, dia
(Ismaya) memberi nasihat kepada kedua satria yang baru saja berkelahi itu.
Karena kagum oleh nasihat Batara Ismaya, kedua satria itu minta mengabdi dan
minta diaku anak oleh Lurah Karang Kadempel , titisan dewa (Batara Ismaya) itu.
Akhirnya Jangganan Samara Anta bersedia menerima mereka, asal kedua satria
itu mau menemani dia menjadi pamong para kesatria berbudi luhur ( Pandawa),
dan akhirnya mereka berdua setuju. Gareng kemudian diangkat menjadi anak
tertua (sulung) dari Semar .
Gareng adalah punakawan kedua setelah Semar . ciri fisik Gareng :
1. Mata juling................ artinya tidak mau melihat hal-hal yang mengundang
kejahatan/ tidak baik.
2. Tangan ceko (melengkung) ................... artinya tidak mau mengambil/
merampas hak orang lain.
3. Sikil gejik (seperti pincang) ................... artinya selalu penuh kewaspadaan
dalam segala perilaku.
Makna yang terkandung dalam kisah Gareng adalah :
1. Jangan menilai seseorang dari wujud fisiknya. Budi itu terletak di hati, watak
tidak tampak pada wujud fisik tetapi pada tingkah dan perilaku. Belum tentu
fisiknya cacat hatinya jahat.
2. Manusia wajib saling mengingatkan.
3. Jangan suka merampas hak orang lain.
4. Cintailah saudaramu dengan setulus hati.
5. Kalau bertindah harus dengan penuh perhitungan dan hati-hati.
masyarakat sekarang lebih akrab dengan sebutan “Gareng”.
Gareng adalah punakawan yang berkaki pincang. Hal ini merupakan sebuah
sanepa dari sifat Gareng sebagai kawula yang selalu hati-hati dalam bertindak.
Selain itu, cacat fisik Gareng yang lain adalah tangan yang ciker atau patah. Ini
adalah sanepa bahwa Gareng memiliki sifat tidak suka mengambil hak milik
orang lain. Diceritakan bahwa tumit kanannya terkena semacam penyakit bubul .
Dalam suatu carangan Gareng pernah menjadi raja di Paranggumiwayang
dengan gelar Pandu Pragola. Saat itu dia berhasil mengalahkan Prabu
Welgeduwelbeh raja dari Borneo yang tidak lain adalah penjelmaan dari
saudaranya sendiri yaitu Petruk .
Dulunya, Gareng berujud satria tampan bernama Bambang Sukodadi dari
pedepokan Bluktiba. Gareng sangat sakti namun sombong, sehingga selalu
menantang duel setiap satria yang ditemuinya. Suatu hari, saat baru saja
menyelesaikan tapanya , ia berjumpa dengan satria lain bernama Bambang
Panyukilan. Karena suatu kesalahpahaman, mereka malah berkelahi. Dari hasil
perkelahian itu, tidak ada yang menang dan kalah, bahkan wajah mereka berdua
rusak. Kemudian datanglah Batara Ismaya (Semar) yang kemudian melerai
mereka. Karena Batara Ismaya ini adalah pamong para satria Pandawa yang
berjalan di atas kebenaran, maka dalam bentuk Jangganan Samara Anta, dia
(Ismaya) memberi nasihat kepada kedua satria yang baru saja berkelahi itu.
Karena kagum oleh nasihat Batara Ismaya, kedua satria itu minta mengabdi dan
minta diaku anak oleh Lurah Karang Kadempel , titisan dewa (Batara Ismaya) itu.
Akhirnya Jangganan Samara Anta bersedia menerima mereka, asal kedua satria
itu mau menemani dia menjadi pamong para kesatria berbudi luhur ( Pandawa),
dan akhirnya mereka berdua setuju. Gareng kemudian diangkat menjadi anak
tertua (sulung) dari Semar .
Gareng adalah punakawan kedua setelah Semar . ciri fisik Gareng :
1. Mata juling................ artinya tidak mau melihat hal-hal yang mengundang
kejahatan/ tidak baik.
2. Tangan ceko (melengkung) ................... artinya tidak mau mengambil/
merampas hak orang lain.
3. Sikil gejik (seperti pincang) ................... artinya selalu penuh kewaspadaan
dalam segala perilaku.
Makna yang terkandung dalam kisah Gareng adalah :
1. Jangan menilai seseorang dari wujud fisiknya. Budi itu terletak di hati, watak
tidak tampak pada wujud fisik tetapi pada tingkah dan perilaku. Belum tentu
fisiknya cacat hatinya jahat.
2. Manusia wajib saling mengingatkan.
3. Jangan suka merampas hak orang lain.
4. Cintailah saudaramu dengan setulus hati.
5. Kalau bertindah harus dengan penuh perhitungan dan hati-hati.
3. BAGONG
Bagong berarti bayangan Semar. Alkisah ketika diturunkan ke dunia, Dewa bersabda pada Semar bahwa bayangannyalah yang akan menjadi temannya. Seketika itu juga bayangannya berubah wujud menjadi Bagong. Bagong itu memiliki sifat lancang dan suka berlagak bodoh. Ia juga sangat lucu.
Filosofi yang patut kita contoh dari tokoh Bagong :
1. Dalam keadaan terjepit atau keadaan sesulit apapun kita harus tetap sabar dan tabah.
2. Jangan tergesa-gesa atau gegabah sebelum melakukan tindakan atau mengambil keputusan, pertimbangkan untung rugi dan akibat dari pengambilan keputusan atau pekerjaan.
3. Kesabaran serta ketabahan yang selalu memunculkan energi positif dan kemenagan dalam setiap akhir.
4. PETRUK
Petruk tokoh yang bermuka manis dengan senyuman yang menarik hati, pandai berbicara, dan juga sangat lucu. Ia suka menyindir ketidakbenaran dengan lawakan-lawakannya. Petruk pernah menjadi raja di negeri Ngrancang Kencana dan bernama Helgeduelbek. Dikisahkan ia melarikan ajimat Kalimasada. Tak ada yang dapat mengalahkannya selain Gareng.
Petruk adalah anak Gandarwa (sebangsa jin), menjadi anak angkat kedua Semar setelah Gareng.Nama lain Petruk adalah Kanthong Bolong, artinya suka berdema. Petruk paling pandai dan pintar bicara daripada 2 saudaranya (Gareng dan Bagong).
Petruk
tinggal di Pecuk Pecukilan. Ia mempunyai satu anak yaitu Bambang Lengkung
Kusuma (seorang yang tampan). Sedangkan istrinya bernama Dewi Undanawati.
Sebagai
punakawan Petruk selalu menghibur tuannya ketika dalam kesusahaan menerima
cobaan, mengingatkan ketika lupa, membela ketika teraniaya. Intinya bisa momong (bisa mengasuh), momot (dapat memuat segala keluhan
tuannya, dapat merahasiakan masalah.), momor
(tidak sakit hati ketika dikritik dan tidak mudah bangga kalau disanjung.),mursid (pintar sebagai abdi, mengetahui
kehendak tuannya) dan murakabi
(bermanfaat bagi sesama).
Itu lah tokoh-tokoh PUNAKAWAN. Semoga temen-temen yang blom tau jadi tau yah, dan bisa mencotoh sifat mereka.
Terima kasih
Terima kasih









Tidak ada komentar:
Posting Komentar